Monday, January 23, 2012

[Fiksi] Perpisahan

Di suatu hari. Seorang anak nan mungil, Asma, duduk di bangku taman kota, menanti sebuah pertemuan yang telah dijanjikannya pada seseorang yang sudah lama ia kenal. Ini pertemua pertama mereka.

 “itu kah dia?”

Dicurinya pandangan sesingkat mungkin. Mencoba merekam sesosok yang ada di depannya. Walau enggan untuk menatap lebih lama lagi. Hati Asma bergetar. 5 menit lebih sudah. Saling tatap dalam sunyi. Tak ada kata yang terlontar. Tinggi besar, hitam legam, sesosok yang amat sangat dewasa yang selalu siap melindungi ada di depannya. Orang yang selama ini menemaninya berbagi cerita-cerita bodoh dan keluguan seorang anak kecil. Orang yang selama ini selalu menerima tangis terpendam dirinya.

Orang itu, jauh terpaut lebih tua darinya 8 tahun. Tapi, bersamanya selama ini justru membuat suasana aman bagi Asma. Suasana yang selama ini tak pernah ia peroleh. Usapan lembut seorang lelaki tua. Ya! Dia hanya mengenal usapan kejam tangan ayahnya. Tak sekali pun ia pernah menerima perkataan lembut dari bibir ayahnya. Lelaki tua yang sangat dia benci hingga saat ini.
 
“Ini lebih lama dari yang dijanjikan.” Bisik hatinya mengingatkan.

Tak mampu ia mengusir sosok didepannya itu atau tidak pula dengan pergi begitu saja meninggalkannya. Ia tetap mematung dengan lamunannya hingga gema suara membuyarkannya.

“Ini oleh-oleh buatmu anak kecil...” dengan gaya khasnya yang sangat disukai asma. Sapaan lembut yang selalu ditunggu-tunggu oleh asma setiap malamnya.

Asma terlonjak kaget dan hanya merespon singkat sebelum menerimanya. Kemudian Asma segera pamit berlari dan pergi. Sebelum tetesan air mata jatuh di pipinya. Sebelum dia tak bisa lagi melepaskan sosok itu. Sebelum hatinya benar-benar berubah pikiran.

“Maafkan. aku tak bisa benar-benar menemani. Aku hanya bisa sampai di sini. Sudah terlalu banyak aku mengganggu hidupmu, juga istrimu, dan calon jabang bayimu. Sudah terlalu banyak waktumu terbuang mendengarkan keluhan anak kecil sepertiku. Sementara disebrang pulau sana, istrimu yang sedang hamil tua, sedang membesarkan calon jabang bayimu, keturunanmu yang pasti akan membanggakanmu. Aku tau, kau butuh kasih sayang seorang wanita yang seharusnya istrimu berikan. Bukan aku. Aku mengharapkanmu seperti kau mengharapkanku, tapi ada yang lebih membutuhkanmu. Dan itu bukan aku. Aku tau hubungan ini dari dulu seharusnya tak pernah terjadi”

Teriak hati Asma dalam larinya. Dia hanya bisa berlari dan terus berlari menjauhi sosok itu. Air hujan pun ikut menamani larinya bocah kecil ini, ikut membasahi pipinya, menutupi tangisnya yang meledak. Karena ia tak menginginkan perpisahan ini.

-----------

ini cerita udah lama nangkring di notebookku.. akhirnya terpublish juga..
ceritanya ini sedang mencoba menulis cerita fiksi.. tapi ditinggal-tinggal terus.. draft awal setahun yang lalu ada kayanya.. dengan banyak perubahan.. hm.. bahkan bertolak belakang dengan draft awal.. masih belum sreg juga, tapi yasudahlah, buntu.. emang g bakat nulis fiksi nih.. berasa susah jadinya memunculkan ide cerita.. hihi.. #lebih suka nulis puisi..

1 comment:

  1. ya elah tulis aja kali Ma
    kalo menurutku, nulis itu, terutama fiksi, gak ada pakem yg kaku.
    the way we tell others with our writing, itulah yg merepresentasikan qt..kalo menurutku..
    so, dengan tulisan qt, qt bisa bilang secara gak langsung,, hey.. it's me..
    siapa tau, gaya qt bisa jadi satu aliran penulisan fiksi yg baru.. who knows..

    ReplyDelete