Bismillah..
Alhamdulillah, itu adalah kata pertama yang harus kuucapkan saat ini. Sebuah pertolongan yang luar biasa dari Allah lah yang membawa ku di sini saat ini. Berdiri bersama 170 orang lainnya, mengikrarkan janji, janji yang bukan hanya ucapan saat ini semata, tapi sebuah janji yang harus aku tanam baik-baik di diri ini, melekat dengan baik pada jiwa ini. Bukan hanya aku, tapi oleh 170 teman ku yang lain, yang sama-sama berdiri di sini.
Ntahlah, bagiku ini merupakan momen yang sangat sakral, momen yang membuatku ingin menangis. Hampir saja kuteteskan air dari kelenjar lakrimasi ku, tapi aku hanya membiarkan air iini cukup melembabkan kornea mataku saja tanpa harus membasahi zigoma, nasal, atau bahkan maxilla dan mandibulaku. Aku saat ini telah diterima menjadi tamu di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Kariadi. Ya. Hanya seorang tamu. Dimaan aku harus menghormati dengan baik tuan rumahnya, itulah etika bertamu.
Aku yang selama ini hanya belajar dari buku, setelah ini aku akan belajar langsung dengan manusia, untuk itu aku harus punya etika yang baik. Harus menghormati mereka dengan baik dan benar-benar menjunjung harkat dan martabat mereka. Kehormatankulah yang menjadi tanggungannya, itulah yang kuucapkan pada janjiku. Tapi, sesungguhnya bukan hanya itu, bahkan lebih besar dari itu, janji inilah yang telah mengikatku, sebuah amanah yang besar inilah yang menjadi tanggunganku. Pasien-pasien itu, yang notabene dari kalangan yang tidak mampu, yang hanya bisa membayar setara kelas 3, mereka datang bukan untuk menjadi bahan pelajaran kami, tapi mereka ingin disembuhkan. Walaupun pada akhirnya bukan keinginan mereka yang pada akhirnya kami jadikan bahan buat pembelajaran, agar tercipta generasi yang lebih baik. Maka, aku harus tau etika, dan tetap menghormati mereka layaknya seorang pasien yang benar-benar ingin disembuhkan, bukan seorang pasien yang hanya sekedar aku jadikan bahan pembelajaran karena bagaimanapun juga mereka adalah manusia yang datang karena ingin disembuhkan. Sungguh tak adil memang, ketika kita sampai menginjak mereka padahal mereka adalah orang yang telah berbaik hati membantu kami belajar. Mereka adalah orang-orang yang legowo, yang harus kami hormati sebaik mungkin. Mereka adalah orang-orang yang sangat berjasa bagi kami. Dan ini harus terus diingat oleh kita semua calon dokter di Indonesia, bahwa kita tidak boleh semena-mena terhadap mereka. Jiwa sosial lah yang harus banyak berperan, tak cukup hanya sebuah IPK yang mumpuni yang menjadi bekalku, tak cukup puluhan buku dan jutaan teori-teori yang njlimet, tapi kemanusiaan, belas kasih, hati yang bersih, harus menjadi bekal yang jauh lebih penting.
Saya sangat suka kata-kata dosenku tadi, “pertama-tama adalah bersihkan hati dulu, baru Allah mau memberikan ilmuNya pada kita setelah itu.” Buat apa kita pintar kalau tidak diikuti dengan hati yang bersih, hanya bisa menjadi duri bagi orang lain. Tajam. Buat apa jika hanya bisa mengecewakan mereka dengan kata-kata ketus maupun dengan sikap yang tidak baik atau bahkan hanya bisa menginjak mereka. Tapi, yang terpenting bukan pura-pura baik untuk disenangi, tapi membersihkan hati dan tulus memberi.
Ya Allah, aku mohon kelapangan hati, kesabaran, kekuatan dan perlindungan padaku agar tetap bisa memegang janji ini. Berilah petunjukMu pada setiap langkah yang kulalui. Sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baiknya penolong. Hasbunallahu wa ni’mal wakil (Ali Imron:173).