Wednesday, September 1, 2010

Kenapa Memiliki Data Pola Kolonisasi Bakteri pada Masyarakat Indonesia Penting?

Nasofaring merupakan bagian dari faring bagian nasal. Nasofaring ini berdinding mukosa selaput lendir sehingga selalu dihuni oleh flora normal. Flora normal merupakan sekumpulan mikroorganisme yang hidup pada kulit dan mukosa manusia normal yang sehat. Flora normal manusia terdiri dari flora tetap dan flora sementara. Flora sementara ini terdiri dari mikroorganisme nonpatogen dan potensial patogen. Flora sementara akan melakukan kolonisasi, berbiak dan menimbulkan penyakit apabila flora tetap berubah.[1] Kolonisasi nasofaring oleh bakteri potensial patogen respiratori, seperti Streptococcus pneumonia, Staphylococcus aureus, Haemophylus influenzae dan Moraxella catarrhalis umumnya tanpa menimbulkan manifestasi klinis, tetapi keberadaan bakteri-bakteri potensial patogen respiratori ini tetap menjadi sebuah masalah karena dapat menjadi sumber penularan dan penyebaran pada orang lain.[2-5] Dari beberapa penelitian di beberapa negara, keempat bakteri tersebut merupakan bakteri yang sering dijumpai dan berkolonisasi di nasofaring. Dari beberapa data yang dikumpulkan oleh Jose Angel Garcia-Rodriguez dan Maria Jose Fresnadillo Martinez didapatkan bahwa di negara Israel terdapat 78% anak-anak di Tempat Penitipan Anak (TPA) menjadi pembawa bakteri S. pneumoniae, di Portugal terdapat 72% pembawa H. influnzae dan 54% pembawa M. catarrhalis.[2] Streptococcus pneumoniae merupakan penyebab utama pneumonia komunitas di Amerika Serikat.[6]  Pneumonia komunitas pada inang yang sehat umumnya  oleh flora di nasofaring.[7] Kolonisasi flora normal pada nasofaring merupakan sumber infeksi pertama sebelum menyebar ke lokasi lain pada saluran napas atau melakukan penetrasi pada cairan tubuh yang steril.[4]

Berdasarkan data dari United Nations Children’s Fund (UNICEF) dan World Health Organization (WHO), pneumonia merupakan salah satu pembunuh anak utama yang terlupakan. Anak balita diperkirakan meninggal dunia karena pneumonia lebih dari dua juta setiap tahunnya.[8] Di Indonesia sendiri pneumonia merupakan urutan terbesar yang menyebabkan kematian pada balita, berdasarkan Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1992, 1995, 2001 dan juga berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007.[9,10] Oleh karena itu, keberadaan bakteri-bakteri potensial patogen respiratori di saluran napas merupakan informasi yang penting.

Usia merupakan faktor yang sangat mempengaruhi kolonisasi bakteri potensial patogen respiratori pada nasofaring orang sehat. Berdasarkan beberapa penelitian didapatkan bahwa kolonisasi tertinggi ada pada usia mau masuk sekolah, kolonisasi akan menurun pada usia sekolah dan akan menurun tajam pada usia dewasa muda dan sedikit penelitian yang mengamati pada usia dewasa tua.[2,3,11] Beberapa faktor risiko yang menyebabkan keberadaan kolonisasi bakteri potensial patogen pada nasofaring usia dewasa berbeda dengan usia anak-anak. Orang dewasa bisa memperoleh bakteri patogen respiratori ini dari paparan di tempat kerja dengan kondisi penunjang berupa obesitas, pecandu alkohol, kebiasaan merokok, keadaan imunosupresi, serta adanya penyakit penyerta, seperti Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK), kistik fibrosis, dan akut sinusitis.[2]

Selain itu, pada negara berkembang beriklim tropis dengan kondisi sosial ekonomi yang masih rendah, kolonisasi bakteri batang Gram negatif lebih banyak ditemukan di nasofaring.[7,12] Studi yang dilakukan di Angola, Brazil dan Belanda, membandingkan prevalensi bakteri nasofaring di negara maju dengan negara sedang berkembang beriklim tropis.[7] Hasilnya didapatkan bakteri batang Gram negatif lebih banyak dijumpai pada anak-anak sehat di Angola dan Brazil daripada di Belanda yang mana di Angola dan Brazil merupakan negara berkembang dengan kondisi penduduk yang diambil sebagi sampel berasal dari lingkungan padat dengan keluarga besar dan sanitasi lingkungan yang buruk.[7] Selain itu, dari penelitian yang dilakukan di Cina hampir sebagian besar bakteri yang terisolasi berasal dari strain Enterobacteriaceae.[13] Di Indonesia sendiri, berdasarkan hasil kultur sputum dari bagian Mikrobiologi Rumah Sakit Umum Pemerintah (RSUP) dr. Kariadi didapatkan bahwa bakteri Gram negatif lebih banyak ditemukan daripada bakteri Gram positif. Dari 405 total isolat diperoleh 205 isolat dari kelas Enterobacteriaceae.[14] Dapat disimpulkan bahwa setiap daerah memiliki pola yang berbeda-beda sehingga masyarakat Indonesia perlu memiliki data pola kolonisasi ini sendiri agar diagnosa dan oenanganan dapat lebih tepat.

Data tentang pola kolonisasi bakteri potensial patogen respiratori pada anak dan orang tua sehat di Indonesia ini penting untuk informasi sebagai pegangan laborat mikribiologi dalam melakukan analisa hasil kultur pada penderita infeksi saluran napas. Informasi ini juga dapat menjadi pertimbangan dalam mendiagnosa sementara suatu penyakit saluran napas dan pemberian terapi empiris pada penderita infeksi saluran napas atas.


Daftar Pustaka
1.    Brooks GF, Butel JS, Morse SA, Jawetz E, Melnick JL, Adelberg EA. Jawetz, Melnick & Adelberg’s medical microbiology. Jakarta: Salemba Medika; 2005
2.    Rodriguez JAG, Martinez MJF. Dynamics of nasopharyngeal colonization by potential respiratory pathogens. Journal of Antimicrobial Chemotherapy. 2002; 50: 59-73.
3.    Lieberman D, Shleyfer E, Castel H, Terry A, Boehm IL, Delgado J, et al. Nasopharyngeal versus oropharyngeal sampling for isolation of potential respiratory pathogens in adults.  Journal of Clinical Microbiology. 2006; 44(2): 525-8.
4.    Cardozo DM, Carvalho CMN, Andrade ALSS, Neto AMS, Daltro CHC, Brandao MAS, et al. Prevalence and risk factors for nasopharyngeal carriage of Streptococcus pneumonia among adolescents. J Med Microbiol. 2008; 57(2): 185-9.
5.    Munoz-Elias E, Marcano J, Camili A. Isolation of Streptococcus pneumoniae Biofilm Mutants and Their Characterization during Nasopharyngeal Colonization. American Society for Microbiology. 2008; 76(11): 5049–61.
6.    File TM Jr. Streptococcus pneumoniae and community-acquired pneumonia: a cause for concern. Am J Med. 2004; 117 Suppl 3A:39S-50S.
7.    Wolf B, Gama A, Rey L, Fonseca W, Roord J, Fleer A, et al. Striking differences in the nasopharyngeal flora of healthy Angolan, Brazilian and Dutch children less than 5 years old. Annals Of Tropical Paediatrics. 1999  Sep.; 19(3): 287-92.
8.    Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat. Pneumoni, penyebab kematian balita nomor satu [homepage on the Internet]. c2006 [update 2008 November 13 cited 2010 February 4]. Available from: http://www.diskes.jabarprov.go.id/index.php?mod=pubArtikel&idMenuKiri=10&idArtikel=12
9.    Departemen Kesehatan. Profil Kesehatan Propinsi Kalimantan Tengah 2005 [homepage on the Internet]. 2005 [cited 2010 Januari 19]. Available from: http://www.depkes.go.id/downloads/profil/kalteng/narasi_profil05/narasi_profil05/BAB%20III_profil.doc
10.    Ikatan Dokter Anak Indonesia. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) pada World Pneumonia Day (Hari Pneumonia Dunia) 2009 [homepage on the Internet]. c2009 [cited 2010 Januari 19]. Available from: http://www.idai.or.id/Kegiatanidai.asp
11.    Regev-Yochay G, Raz M, Dagan R, Porat N, Shainberg B, Pinco E, et al. Nasopharyngeal carriage of Streptococcus pneumoniae by adults and children in community and family settings. Clinical Infectious Diseases: An Official Publication Of The Infectious Diseases Society Of America. 2004 Mar; 38(5): 632-639.
12.    Lima ABM, Leao LSNO, Oliveira LSC, Pimenta FC. Nasopharyngeal Gram-negative bacilli colonization in Brazilian children attending day-care centers. Braz J Microbiol. 2010; 41(1).
13.    Wang S, Li D, Chu Y, Zhu L, Liu F. Determination of oropharyngeal pathogenic colonization in the elderly community. Chinese Medical Journal. 2010; 122(3): 315-8.
14.    Rekap hasil pemeriksaan kultur di RSUP  dr. Kariadi Semarang periode Januari-Juni 2009 dan 2010.


No comments:

Post a Comment