Friday, March 19, 2010

Standar Kompetensi Dokter

Seorang dokter bekerja harus sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Jika dokter tersebut melakukannya di luar standar yang telah ditetapkan, amak bisa dianggap malpraktek.
Berdasarkan keputusan konsil kedokteran Indonesia nomor 21A/KKI/KEP/IX/2006 tentang pengesahan standar kompetensi dokter ditetapkan bahwa SKD merupakan standar minimal ayng harus dimiliki pada saat menyelesaikan pendidikan kedokterannya. Hwaaa… berarti ini yang harus dikuasi sebelum lulus. Harus di list kalo begitu..

SKD memiliki 4 tingkat kemampuan, yaitu:
Tingkat kemampuan 1
Mengenali dan menempatkan gambaran-gambaran klinik sesuai penyakit ini ketika membaca literature. Dalam korespondensi, ia dapat mengenal gambaran klinik ini, dan tahu bagaimana cara mendapatkan informasi lebih lanjut. Level ini mengindikasikan overview level. Bila mendapatkan pasien dengan gambaran klinik ini dan menduga penyakitnya, dokter segera merujuk.
    Intinya adalah kita cukup tau secara teoritis saja sehingga ketika kita menjumpai pasien seperti ini, kita tahu harus merujuknya ke mana.

Tingkat kemampuan 2
Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan-pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya: pemeriksaan laboratoriium sederhana atau X-ray). Dokter mampu membujuk pasien secepatnya ke spesialis yang relevan dan mampu menindaklanjuti sesudahnya.
    Intinya sama, tapi kalu tingkat kemampuan 2 ini kita harus tau pasti diagnose penyakit ini, tapi belum sampai ke penanganan apapun karena langsung dirujuk ke dokter spesialis.

Tingkat kemampuan 3
3a. mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan-pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya: pemeriksaan laboratoriium sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan member terapi pendahuluan, serta merujuk ke dokter spesialis yang relevan (bukan keadaan yang gawat darurat).
3b. mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan-pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya: pemeriksaan laboratoriium sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan member terapi pendahuluan, serta merujuk ke dokter spesialis yang relevan (kasus gawat darurat).
    Sebelum dilakukan rujuk ke dokter spesialis yang ahli di bidangnya, dokter perlu melakukan terapi pendahulu agar jiwa pasien bisa tertolong sebelum sampai ditangani dokter spesialis.

Tingkat kemampuan 4
mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan-pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya: pemeriksaan laboratoriium sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan mampu menangani problem itu secara mandiri hingga tuntas.
    Ini artinya semua tindakan harus bisa diselesaikan dengan baik oleh dokter. Mulai dari pengetahuan teoritis, melakukan diagnose dengan berbagai pemeriksaan, hingga melakukan terapi hingga tuntas, tanpa perlu merujuk. Merujuk dapat dilakukan hanya bila karena keterbatasan alat saja.

Kompetensi tingkat 4 inilah yang harus benar-benar dikuasi hingga tuntas. Jika seorang dokter tak mampu, maka sama saja dokter tersebut melakukan malpraktek, kesalahan dalam praktek, karena bekerja tidak sesuai dengan kompetensinya. Oleh karena itu, kita harus tau, apa-apa saja yang kompetensinya 4. Saya mencoba untuk me-list penyakit-penyakit yang kompetensinya 4.

 
1.    Hipertensi esensial
2.    TBC paru tanpa komplikasi
3.    TBC dengan HIV
4.    Bronchitis akut
5.    Asma bronchiale
6.    Candidiasis
7.    Ulks di mulut (aphthous, herpes)
8.    Enteritis
9.    Gastro-esophageal reflux pada anak
10.    Gastro-enteritis pada anak
11.    Cacingan pada anak
12.    Gastritis
13.    Gastroenteritis
14.    Perlemakan hati
15.    Hepatitis A
16.    Hepatitis B tanpa komplikasi
17.    Abses amuba hati
18.    Peritonitis tuberculosis
19.    Alergi makanan
20.    Infeksi saluran kemih
21.    Pyelonephritis tanpa komplikasi
22.    Paraphimosis
23.    Rupture uretrae
24.    Rupture buli
25.    Ruptur ginjal
26.    Striktura uretra
27.    Priapismus
28.    Penyakit peironi
29.    Ekstrofia vesicae
30.    Vulvitis
31.    Kista bartolini, abses glandula bartolini
32.    Abses folikel rambut atau abses glandula sebasea vulva
33.    Kondiloma akuminata
34.    Vaginitis
35.    Bacterial vaginosis
36.    Foreign body di vagina
37.    Cervicitis
38.    Salphingitis
39.    Anemia defisiensi besi
40.    Luncomplicated SLE
41.    Vasculitis lupus (ompetensi satu atau empat? bingung masuk yang mana, dua2nya ditandai soalnya)
42.    Immunodeficiency-HIV
43.    Hypothermia pada bayi baru lahir
44.    Jaundice pada bayi baru lahir
45.    Konjungtivitis pada bayi abru lahir
46.    Infeksi umbilicus pada bayi baru lahir
47.    NIDDM (non insulin deficiency diabetes mellitus)
48.    Marasmus
49.    Kwashiorkor
50.    Defisiensi vitamin
51.    Hiperlipoproteinemia
52.    Obesitas
53.    Tension headache (nyeri kepala tipe tegang/ NKTT)
54.    Cluster headache (nyeri kepala cluster)
55.    Bell’s palsy
56.    Neuropathy
57.    Peroneal palsy
58.    Kejang demam pada anak
59.    Otitis eksterna
60.    Benign postural vertigo (BPPV)
61.    Motion sickness (mabuk gerak)
62.    Tinea capitis
63.    Tinea barbae
64.    Tinea faciale
65.    Tinea corporis
66.    Tinea manus
67.    Tinea unguinum
68.    Tinea cruris
69.    Tinea pedis
70.    Tinea versicolor
71.    Mucocutaneus candidiasis
72.    Pediculosis capitis
73.    Pediculosis pubis
74.    Scabies
75.    Reaksi akibat gigitan serangga
76.    Urticaria
77.    Contact dermatitis irritant
78.    Dermatitis atopic (kcl recalcitrant)
79.    Nummular deramatitis
80.    Napkin eczema
81.    Plamoplantar pustulosis
82.    Dermatitis seborrheic
83.    Pityriasis rosea
84.    Acne vulgaris
85.    Hidradenitits suppurativa
86.    Perioral dermatitis
87.    Miliaria
88.    Verruca vulgaris
89.    Molluscum contagiosum
90.    Herpes zoster
91.    Impetigo
92.    Ulcerative impetigo
93.    Folikulitis superficial
94.    Furunkel, karbunkel
95.    Eritrasma
96.    Erysipelas
97.    Konjungtivitis alergi
98.    Konjungtivitis viral
99.    Konjungtivitis bacterial
100.    Laserasi palpebra
101.    Retraksi palpebra
102.    Penyakit meniere’s
103.    Telinga, trauma lainnya
104.    Tuli congenital
105.    Facial palsy atau paralisis nervus VII
106.    Epistaksis
107.    Furunkel di hidung
108.    Common cold
109.    Rhinitis vasomotor
110.    Rhinitis alergi
111.    Benda asing di hidung
112.    Faringitis
113.    Tonsilitis
114.    Exanthematous drug eruption
115.    Fixed drug eruption
116.    Paronikia
117.    Tenosinovitis suppurativa
118.    Human bite
119.    Parotitis supurativa
120.    Adenitis cervical suppurativa
121.    Infeksi superficial (folikulitis, hidradenitis supurativa, karbunkel )
122.    Staphylococcal pneumonia
123.    Nasofaringitis
124.    Gonorrhea (GO)
125.    Infeksi saluran kemih
126.    Demam typhoid
127.    Disentri basili
128.    Kolera
129.    Pertusis
130.    Tuberculosis kutis
131.    Leprosy
132.    Syphilis
133.    Yaws
134.    Viral gastroenteritis
135.    Morbili
136.    Varicella
137.    Herpes zoster
138.    Herpes simpleks
139.    Mumps
140.    Amebiasis
141.    Malaria
142.    Hookworm disease
143.    Strongiloidosis
144.    Ascariasis
145.    Filariasis
146.    Schistisomiasis
147.    Cutaneus larva migrant
148.    Taeniasis
149.    Ganglion cyst
150.    Insomnia
151.    Arthritis pada anak
152.    Arthritis
153.    Caput succedaneum
154.    Nail loss
155.    Subungual hematoma
156.    Ibu hamil perokok aktif
157.    Aborsi spontan komplet
158.    Anemia defisiensi pada wanita hamil
159.    Primary mil contraction-IMININ pada persalinan
160.    Secondary mild contradtion pada persalinan
161.    Ruptue perineum saat persalinan
162.    Cracked nipple paska persalinan (nifas)
163.    Inverted nipple paska persalinan (nifas)
164.    Endometriosis paska persalinan (nifas)
165.    Inkontinensia uri paska persalinan (nifas)
166.    Inkontinensia ani paska persalinan (nifas)
167.    Uterus subinovolusi paska persalinan (nifas)

Waduuuh..banyak juga..
banyak juga yang belum tau n belum mendalami euy…

semangatnya dulu ah..

2 comments:

  1. For treating bacterial vaginosis you may take oral medication consist of antibiotics such as clindamycin, metrondiazole and tinidazole. These generally effects within two to three days of use but are prescribed for use for a seven day period. Vaginal suppositories are prescribed for use over a seven day period as well and are not recommended for pregnant women.
    ______________________________
    How To Treat Bacterial Vaginosis

    ReplyDelete