Sunday, December 12, 2010

Berawal dari Sebuah Tulisan

“Aku salah, berdosa, karena aku memfitnah orang”

Saya terlonjak kaget seketika itu juga. Ini tulisan siapa? Ada dibuku saya.

Tadi, ada seorang pasien yang baru saja mendekati saya, namanya ina, tapi saya hanya meresponnya sesekali saja, karena saat itu saya pun sedang mendengarkan cerita iis.

Pertama, dia mendekati saya, kedua dia pegang tangan saya. Saya ajak berkenalan, dia diem, saya sapa, dia diem, hanya menatap dengan pandangan kosong. Saya biarkan dia memegang tangan saya, dia ambil buku saya lalu dia ambil bulpen saya. Saya biarkan dia melakukan apapun yang dia inginkan dan saya pun kembali mendengarkan cerita iis.

Sampai akhirnya, terdengar perawat senior berteriak,

“dek, ada pasien naik meja, tolong diambil”

kemudian para perawat berdatangan untuk mengamankan ina.

Saya kaget, melihat ina tiduran di meja, padahal tadi masih duduk di sebelah saya. Saya terlalu serius mendengarkan cerita iis. Saya melihat buku saya ditinggalkan ina diatas meja dengan bulpen diselipkan di salah satu halamannya. Saya buka, saya lihat, ada sebuah tulisan, bukan tulisanku. Lalu? Ina?


Ina yang tidak pernah ingin berbicara dan selalu menunjukkan sikap negativisme pada semua orang. Tapi, menuliskan apa yang dia rasakan, ini seperti orang yang mutisme. Orang seperti ini, masih bisa diajak bicara dengan tulisan. Saya baru menyadarinya sekarang.

Semenjak kejadian itu, saya selalu penasaran dengannya dan ingin mendengarkan ceritanya, tapi waktu itu saya bingung bagaimana mengajaknya bicara klo sikapnya sangat negativisme pasif atau hanya diam saja seperti ini. Saya baru paham sekarang, seharusnya dia bisa diajak bicara dengan menulis.

Tapi, sekarang saya sudah tidak di bangsal wanita lagi.


Berbicara dan mengobrol dengan orang yang terganggu jiwanya itu cukup menyenangkan. Lebih rumit, lebih rumit daripada mengajak bicara orang yang cerdas dengan intelektualitas tinggi sekalipun. Lebih menghabiskan tenaga karena dibutuhkan ATP yang sangat tinggi untuk memahami dan mencerna apa yang mereka katakan. Apakah ini sebuah kebohongan? Apakah ini hanya imajinasinya yang tak nyata? Atau ini benar adanya tapi menyampaikannya dengan muter-muter dan antara kalimat satu dan lainnya tidak nyambung, tapi akhirnya maksudnya bisa kita dapatkan. Setidak masuk akalnya, apa yang dibicarakan mereka, pasti masih terkait dengan kehidupannya dulu atau mungkin keinginan terdalamnya dahulu kala. Apa yang terjadi saat ini adalah sebuah MPJ yang gagal mereka lakukan atau bisa dikatakan MPJ yang tidak normal dan kebablasan ditambah kepribadian yang mereka cerminkan. Itulah Psikodinamikanya. Stressor yang menumpuk-menumpuk, menjadi fenomena gunung es bagi MPJ nya. Sampai akhirnya membludak jiwa mereka dan melebur menjadi serpihan-serpihan yang harus kembali disusun rapi.

Dari mereka pun saya belajar banyak, akan segala stressor duniawi yang ada. Setiap hal perubahan yang membutuhkan adaptasi itu adalah stressor bagi diri kita. Bagaimana kepribadian dan MPJ yang digunakan, genetik yang terbentuk, asah asih asuh dari keluarga, lingkungan yang mengepak kepribadian kita, dan yang terpenting pendekatan ketuhanan yang kita jalankan, akan membentuk pola adaptasi yang kita lakukan terhadap masalah yang ada. Stressor yang sama yang menimpa 2 orang, akan ditanggapi berbeda oleh masing-masingnya.  Stressor yang sama bisa diakatakan berat oleh satu orang dan bisa dikatakan biasa oleh orang lainnya, bahkan bisa dikatakan itu bukan stressor untuk orang lainnya lagi. Untuk itu, bentuklah kepribadian yang matang dalam diri kita.

Dan yang terpenting adalah..
Pendekatan jiwa kepada Tuhan semesta alam. Allah subhanallahu wata’ala. Allah lah yang maha berkehendak. Allah lah yang maha bijaksana. Allah lah yang maha penolong. Hanya kepadaNya kita berserah. Jangan lupa untuk meminta kelapangan, kesabaran dan kejernihan pikiran padaNya. Semoga kita selalu dilindungi dari bahaya apapun. Dan menjadi hamba yang berserah serta bersyukur atas segala karuniaNya. Amin..

*yang ada dalam cerita bukan nama sebenarnya dan bukan kesengajaan, mohon maaf jika ada kesamaan nama.

2 comments: