Sunday, March 13, 2011

Sebuah Kisah Ketakberdayaan..

Jaga hari libur adalah hal yang paling kusukai. Karena besoknya libur, jadi setelah itu tak ada kewajiban untuk tetap masuk dan menjalani tugas hari kerja. Sehingga, bisa tiduuuurrr, haha.. Capenya itu jadi g menumpuk seperti saat jaga di hari kerja, karena kalo pas hari kerja jadinya seperti jaga 24 jam, bahkan lebih. Cuape puol.

Aku senang jaga –selain capek, bikin laporan yang harus dilaporkan paginya, dan g bisa tidurnya tentu– jalan-jalan berkeliaran di rumah sakit pas malam hari, menghirup udara malam, apalagi kalo pas disuruh naik sepeda, wah.. paling seneng.. hehe..

Koas itu kurir. Istilah yang sangat bagus! Karena paling seneng untuk nyuruh koas ambil sesuatu yang jaraknya jauh. Bahkan, saat kita tidak ada di sana pun, sampe dibela-belain ditelpon untuk dipake jasanya sebagai kurir yang paling baik dan tak banyak omong. Haha..

*****

kriiiing..kriiing.. ada suara telpon, kalo koass nakal, kek aku ini, maka aku tidak akan langsung mengangkat, tunggu dulu mpe 3 kali kringan, jika tak ada yang ngangkat juga, baru deh aku beranjak, haha..biasanya kalo ada telpon itu, jadi was was.. akan disuruh apa kita, kirim lab, ambil hasil lab, ke vk, ke pbrt, ke hnd, ada bagging, ada pasien baru, atau ada apakah gerangan. Yang paling bikin menunduk lesu adalah, jika ada bagging. Tapi, bagging itu menurutku adalah pekerjaan yang beramal tinggi jika dilakukan dengan sangat ikhlas. Dan pekerjaan yang paling menakutkan menurutku. Sangat menakutkan. Kalo udah bagging berarti sama halnya seperti napas anak ini ditangan kita, ditangan yang bagging, dengan atas izin Allah pastinya. Hari pertama saya jaga saya langsung mendapatkan bagging, neonatus lagi, napasnya kan cepat sekali, saya sampai khawatir, apakah saya memberikan udara yang cukup untuk sirkulasi anak ini, atau saya telah melakukan kesalahan sampai anak ini pun tak kunjung membaik. Apakah saya memasukkan udara di saat yang tepat dengan anak ini menghirup udara, atau malah saya telat memasukkannya. Tak kuasa saya untuk selalu berzikir setiap memencet baggingnya, karena saya sangat khawatir apakah udaranya masuk dengan sempurna. Saturasi oksigennya bertahan, di atas 90, harusnya sudah cukup adekuat. Tapi, namanya juga usaha napas bantuan, tidak ada yang benar-benar bisa memastikan, udara yang masuk cukup adekuat atau tidak.

Sampai kemudian saya diminta untuk mengantarkan BGA ke lab, ya setiap orang yang kritis seperti ini, dengan napas bergantung pada sebuah alat manual bernama bagging atau bahkan alat canggih seperti ventilator, maka kita harus mengecek BGA agar tau kondisi tubuhnya, mengalami asidosis kah, atau mungkin alkalosis, atau justru telah terkompensasi, asidosis atau alkalosisnya. Agar bisa diketahui fungsi sirkulasi anak ini.

“Cepat ya dek, ditunggu, pake sepeda saja.”

Horeee.. naik sepeda.. dan aku harus cepat sampai ke lab. Naik sepeda di lingkungan rumah sakit, melewati koridor-koridor rumah sakit,  agak aneh sebenarnya, tapi karena saya sudah familiar dengan sepeda yang berkeliaran di kariadi ini jadi tidak heran juga saat saya menaikinya. Letak lab di lantai 2, jadi saya naik lift sambil bawa sepeda.  Ngosh ngosh an, tapi lega setelah sampai. Aku tungguin hasilnya, ini cito, tapi tetap saja lama saya harus menunggu, tadin katanya 15 menit, tapi ternyata setengah jam bahkan lebih, karena permintaan lab memang banyak. Saya sempat tertidur sambil menunggu. Bahkan saya sempatkan untuk solat subuh. Jangan pernah kita dalam keadaan kosong saat menunggu. Koas itu penuh dengan kata menunggu, dan jangan pernah hanya diisi dengan kekosongan. Harus tetap dimanfaatkan untuk melakukan yang bermanfaat, agar waktu tidak hilang begitu saja. Biasanya saya bawa buku, tapi kalau benar-benar sudah lelah tak tertahankan, saya manfaatkan untuk menutup mata saja.

Dan, kembali saya mengoyak-ngoyak orang lab nya, apakah BGA bayi Ny. X sudah selesai, dan Alhamdulillah sudah selesai ternyata. Saya segera kembali, kulajukan sepeda dengan kencangnya. Setelah tiba, kenapa jadi sepi, sudah selesaikan mbaggingnya, teman saya yang tadi menggantikan sudah tidak ada? Apakah anaknya sudah stabil atau dibawa ke picu/nicu? Hatiku bertanya-tanya, kemudian setelah menyerahkan saya kembali ke atas, ke bangsal anak. Hari sudah pagi, siap-siap laporan yang belum kelar dan siap-siap untuk menjalankan tugas hari kerja seperti biasanya. Sampai di atas, teman saya bercerita bahwa anaknya sudah tidak terselamatkan. Innalillahi wa inna ilaihi roji’un. Usia, ditangan Allah. Perih memang, tapi semua adalah kehendak Yang Maha Kuasa. Saat itu, saya benar-benar merasa sedih, melihat seorang bayi mungil yang ditempelin alat-alat berbagai macam, tak berdaya, dan saya pun sebenarnya sedih saat dia bertahan kelak, apakah dia tetap bisa tumbuh tanpa kecacatan, seperti anak normal lainnya. Tapi, semua kuasa Allah. Kita hanya berusaha, idealnya memang dipasang ventilator, lagi-lagi, mungkin karena masalah biaya, maka bagging manual adalah satu-satunya cara untuk mempertahankan asupan oksigen bagi paru-paru dan tubuh lainnya agar bisa mempertahankan fungsinya dengan baik, sampai pada akhirnya parunya kembali berfungsi sendiri untuk mengambil oksigen tanpa bantuan alat lagi.

Ini hanya satu kisah, dari banyak kisah yang saya saksikan selama menjadi koas anak. Walaupun begitu, saya tak hanya menyaksikan yang sedih-sedih seperti ini. Karena banyak juga yang membuat hati gembira, seperti ada seorang anak yang menjalani pengobatan jangka panjang. Waktu komuda bertemu, dalam keadaan yang mengenaskan, dengan rambut rontok bahkan cenderung botak. Saat ini, dia kembali lagi untuk menjalani pengobatan yang sudah akan selesai, dan rambutnya sekarang sudah tumbuh lebat lagi. Sampai saya pangling bahwa dia adalah anak yang saat komuda dulu, yang senang sekali bertandang main di ruang koas.
*****

Setelah menjalani koas anak, semakin besar keinginan itu, tapi juga semakin besar ketakinginannya. Perasaan aneh yang telah bercampur, membuat tak mampu lagi untuk memisahkan kedua rasa itu, antara ingin dan tidak ingin. Membuatku tak lagi berharap apa-apa untuk ini.. Menyerahkan sepenuhnya, pada Allah Yang Maha Kuasa..

6 comments:

  1. sayang sekali tidak bisa memilih.. yang tersedia hanya sepeda roda dua di sini.. :p

    sepeda roda empat=mobil? g muat dong jalan di koridor rumah sakit kl itu mah..
    haha..

    ReplyDelete
  2. good job! yg penting kita udah usaha maksimal, sisanya udah ada yg menentukan. semangat mbak! ^__^

    ReplyDelete
  3. aamiin..
    hehe..tak berharap apapun..selain yang terbaik..
    antara ingin dan tak ingin..

    ReplyDelete
  4. iya..makasih..
    semangat selalu..insyaAllah..

    ReplyDelete