Wednesday, January 5, 2011

Biaya Kesehatan Mahal, Salah Dokter kah?

Bismillah..

Pembahasan yang tak pernah usai. Masalah ekonomi dan kemanusiaan. Dua sisi yang selalu menyertai relung kesehatan. Sampai saat ini saya masih berpendapat, bahwa tingginya biaya kesehatan itu salah satunya akibat peran dari dokter. Dokterlah yang menentukan apa yang harus ditindak terhadap pasien yang datang padanya. Apakah pasien ini harus membeli obat yang mahal dengan variasi obat yang banyak ataukah membeli obat yang murah dan dengan variasi yang minimal, tetapi berkhasiat sama bagi pasiennya bahkan lebih efektif dan efisien mengurangi efek samping dari obat. Dokter pulalah yang menentukan apakah seorang pasien yang datang itu harus melewati berbagai macam pemeriksaan lab dan pemeriksaan penunjang lainnya ataukah cukup dengan pemeriksaan penunjang yang minimal, tetapi sudah bisa mengarahkan ke penyakitnya. Itu pun dokter yang menentukan. Itulah mengapa sampai saat ini saya masih menyalahkan dokter dalam hal biaya kesehatan yang mahal. Bertindak efisien dan efektif, tepat sasaran dan tepat guna juga pada akhirnya minimal biaya. Mengapa hal seperti itu tidak bisa dilakukan? Ketika idealisme menyerang diriku.

Tapi, saya berpikir ulang. Sebegitu berat kah kerja seorang dokter? Harus sesempurna itukah apa yang dilakukan dokter? Tidak bolehkah seorang dokter melakukan kesalahan dan meminta bantuan pada teknologi demi sebuah keakuratan yang lebih baik? Toh itupun buat kepentingan pasiennya. Semudah itukah dokter diserang, baik dari apek sosial maupun dari aspek hukum, hanya karena kesalahan yang sama sekali tidak diinginkannya? Malah justru bisa berdampak sangat fatal dalam hidupnya, serangan sosial sekaligus hukum? What a pity they are!

Yup, saya semakin terbuka, setelah membaca buku yang lumayan keren “the doctor” tapi saya belum selesai membacanya. Baru bab awal yang sudah membuat otak saya tergelitik untuk ikut berpendapat dalam sebuah tulisan. Nanti jika saya sudah selesai membaca ingin saya coba untuk mereviewnya.

Sekarang saya ingin membahas masalah biaya kesehatan yang sangat meresahkan, khususnya bagi kalangan ekonomi menengah ke bawah, karena biaya kesehatan itu tergolongan tinggi saat ini, bahkan bisa lebih tinggi dari upah minimum regional di Indonesia. Besar, sangat besar. Padahal kesehatan merupakan kebutuhan pokok manusia, tetapi dengan tingginya biaya yang harus dikeluarkan, kesehatan ini menjadi seperti kebutuhan tersier bagi sebagian individu. Padahal kesehatan merupakan hak seluruh rakyat Indonesia dimana sudah selayaknya dijamin oleh pemerintah keberadaannya, tapi nyatanya, hanya segenlintir orang yang dapat menikmati jaminan kesehatan ini.

Sebenarnya apa yang membuat biaya kesehatan itu tinggi, bahkan cenderung tidak terjangkau? Biaya dokter kah? Itu hanya memenuhi sekian persen dari keseluruhan biaya, dimana paling tinggi biaya dari alat kesehatan yang digunakan, biaya laboratorium dan segala pemeriksaan canggih lainnya, ditambah varian obat yang dikonsumsi, dan biaya perawatan yang ditetapkan berdasarkan kebijakan masing-masing rumah sakit. Itulah yang membuat mahal. Itulah yang mendominasi dari total biaya kesehatan. Tetapi, kenapa tidak pernah menyalahkan industri-industri obat yang ada? Kenapa tidak pernah menyalahkan sistem distribusi obat yang ada bahkan tidak diketahui secara pasti regulasi obat tersebut sampai akhirnya muncul harga konsumen di pasaran yang sangat tinggi? Lalu kenapa tidak pernah menyalahkan industri-industri peralatan kesehatan yang membrandol harga sangat tinggi? Kenapa tidak pernah menyalahkan sebuah laboratorium yang memberikan harga tinggi dalam setiap pemeriksaan-pemeriksaan yang harus dilakukan? Kenapa tidak pernah menyalahkan rumah sakitnya yang menyediakan biaya perawatan yang sangat mahal? Tapi kenapa yang selalu terpikirkan pertama adalah salah dokternya? Kenapa orang menjadi enggan untuk pergi ke dokter dengan alasan biayanya mahal? Padahal yang membuat mahal bukanlah biaya dokternya, melainkan perintilan-perintilan lainnya yang mengikuti.

Kesehatan saat ini tidak lagi hanya bermain dilingkup kemanusiaan, tapi kesehatan juga telah bersatu dengan dunia bisnis. Kesehatan tidak bisa lepas dengan industri didalamnya. Industri obat yang merajalela dan menjamur bahkan segala cara dilakukan oleh mereka, demi menjalankan tujuan mereka, marketing. Industri-industri obat bersaing untuk menemukan temuan-temuan baru agar bisa mendapatkan lisensi obat paten. Mereka tak peduli lagi akan kemanusiaan dan sosialnya, mereka ada untuk mendapatkan keuntungan. Mereka tidak hanya memikirkan balik modal dari segala riset yang telah mereka lakukan untuk mendapatkan sebuah obat, tapi juga bagaimana agar mendapatkan keuntungan yang sangat tinggi dari keberhasilan riset mereka ini. Apresiate memang perlu diberikan kepada ilmuan-ilmuan yang telah mampu mengembangakan ilmunya untuk menambah khasanah obat-obatan maupun teknologi canggih penunanjang diagnosis kesehatan. Tapi, bukan berarti harus memberikan harga yang amat sangat tinggi terhadap penemuannya bahkan cenderung tidak rasional dalam menetapkan harga. Jika seperti itu, sama saja, tidak ada kemanfaatan dari penemuan mereka bagi sebagian orang yang tidak cukup mampu membayarnya. Belum lagi, para industri obat yang mengeluarkan obat tiruannya dengan nama dagang masing-masing, yang kita sebut dengan obat-obat me too,  itu sama saja, walaupun tidak semahal obat paten yang ada, tapi harga yang mereka bandrol masih juga tidak masuk akal, sesukanya. Biaya promosi yang mereka keluarkan justru membuat harga obat mereka semakin melangit. Segala rupa cara mereka lakukan, salah satunya dengan mengiming-imingi para dokter yang mau bekerja sama dengan segala kenikmatan duniawi yang mereka sajikan. Hanya obat generik yang bisa kita andalkan, mutu selalu terkontrol, dan dibawah pengawasan pemerintah. Hal inilah, membutuhkan kerjasama dari para rekan dokter untuk tetap mau menggunakannya.

Ada pada jalurnya adalah sikap yang paling baik kita lakukan. Menutup-nutupi yang sebenarnya dalam berbisnis pun tidaklah baik. Seperti halnya, masalah harga obat yang sampai saat ini regulasinya tidak jelas. Lalu, kenapa harga yang ditetapkan dari pabrik itu hanya tertera di box-box besar, padahal individu-individu (red: orang yang sakit dan butuh obat) tidak mungkin membeli sebox, jadi mereka tidak mungkin tahu harga aslinya berapa. Mereka hanya disajikan harga yang diberikan oleh apotek tempat dia membeli. Padahal, apotek itu tidak langsung menerima obat dari pabrik, masih ada banyak tangan yang membawa obat dari pabrik hingga sampai di tangan apotek. Saya pun pernah mendapatkan info dari salah seorang dosen yang sangat konsen di dunia obat-obatan, bahwa perbedaan harga obat dari harga yang ditetapkan pabrik hingga sampai ke tangan akhir konsumen itu terkadang tidak rasional. Sangat jauh. Itu bisa terjadi karena tidak ada pengontrolan dari pemerintah. Pemerintah ini yang bertanggung jawab dalam regulasi harga. Akan tetapi, regulasi harga ini bahkan tidak jelas keberadaannya. Yang tertera (itupun pada box obat) hanya harga pembuatan dari pabrik, untuk harga maksimum dari sebuah obat tidak ada aturannya. Sehingga para distributor bebas menentukan harga yang baik menurut mereka. Negara kita bukan negara liberal walaupun bukan pula negara sosialis, perlu ada kesinkronan diantara keduanya dalam penetapan harga ini. Tidak benar-benar membebaskan sepenuhnya kepada produsen dan para distributor untuk memainkan harga obat di sini, karena obat telah menjadi kebutuhan bagi seluruh kalangan masyarakat. Bukankah, sesuatu yang melingkupi hajat hidup orang banyak, harus berada di bawah pengawasan pemerintah?

Untuk para pemegang saham, distributor, dkk  dalam bidang kesehatan, di sini perlu rasa kemanusiaan dari mereka semua, agar tidak selalu mementingkan keuntungan dan mengesampingkan rasa kemanusiaan. Tidakkah disadari bahwa yang memerlukan barang dan jasa dalam bidang kesehatan adalah orang-orang yang sedang mengalami kesulitan? Mereka sudah merasakan sakit pada fisiknya, tapi masih harus dipersulit lagi dengan upaya pertolongan yang ada, tidakkah ada rasa kemausiaan untuk mempermudah urusan mereka? Dalam setiap profesi itu ada etika yang bekerja didalamnya. Setiap pekerjaan harus dilandaskan dengan etika. Bahkan dunia bisnis pun harus berlandaskan etika, dimana etika yang mendasar bagi seluruh pekerjaan adalah “First Do No Harm!” pertama dan yang utama adalah berbuat tidak merugikan orang lain.

Jika seperti ini, biaya kesehatan yang mahal ini, apakah masihkah menjadi tanggung jawab dan kesalahan dokter?

Tidak saling menyalahkan, semua pihak bisa saja menjadi penyebab dari akibat: tingginya biaya kesehatan, yang terpenting adalah, bagaimana agar orang-orang yang kurang beruntung itu tidak merasakan akibat tersebut dan bisa memperoleh hak mereka untuk hidup sehat! Sebagai mana tertera pada UU RI nomor 29 tahun 2004 tentang praktek kedokteran, yang menyatakan “bahwa kesehatan sebagai hak asasi manusia harus diwujudkan dalam bentuk pemberian berbagai upaya kesehatan kepada seluruh masyarakat melalui penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau oleh masyarakat.” Tapi, nyatanya biaya kesehatan saja  masih tidak terjangkau seperti ini.

.ironi.

Wallahua’lam.


*Alhamdulillah..akhirnya tulisan ini bisa selesai juga..Mohon maaf ya kalo ngaco..hehe..

4 comments:

  1. untuk itulah, hati hati dalam bersikap di depan masyarakat...karena judgmentasi gaya hidup pelayan publik berbanding pekerjaannya sangat jauh...sehingga terjadi kecemburuan dan prasangka sosial yg buruk..terlebih ini terkait kemanusiaan.C#

    ReplyDelete
  2. ya..berbenah diri lagi..
    terima kasih pendapatnya..

    ReplyDelete
  3. yup, tidak saling menyalahkan :)

    mari fokus pada solusi, bukan fokus pada masalah :)

    ReplyDelete